SUNDA WIWITAN
Masyarakat Baduy atau Kanekes memiliki
agama kepercayaan yaitu Sunda Wiwitan, meski ada beberapa masyarakat
Baduy yang sudah memeluk agama Islam atau Buddha. Keberagaman dalam memeluk
agama pada masyarakat Baduy merupakan bentuk ketaatan terhadap nilai-nilai dan
pandangan hidup yang diturunkan nenek moyang. Agama apapun yang menjadi ajaran
dalam masyarakat Baduy mengajarkan bahwa semua hal yang berkaitan dengan pola
kehidupan mereka tidak boleh atau pantang untuk diubah.
Sunda Wiwitan sebagai ajaran masyarakat Baduy adalah bentuk penghormatan
dan kepercayaan kepada satu kuasa yaitu Batara Tunggal. Orientasi,
konsep-konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan kepada pikukuh. Hal itu
dilakukan agar manusia hidup menurut alur (filosofi di atas) dalam
menyejahterakan kehidupan masyarakat Baduy. Gangguan terhadap inti bumi akan
berakibat fatal bagi seluruh kehidupan manusia di dunia.
Konsep keagamaan dan adat yang penting menjadi inti
pandangan hidup masyarakat Baduy yaitu “lojor teu meunang dipotong,
pondok teu meunang disambung” (panjang tak boleh dipotong, pendek
tak boleh disambung). Pandangan hidup tersebut merupakan pengejawantahan dari
adat dan keagamaan yang ditentukan oleh intensitas pandangan hidup mengenai
karya dan keagamaan. Dengan melaksanakan semua itu manusia akan dilindungi oleh
kuasa tertinggi yaitu Batara Tunggal.
Kewajiban masyarakat Baduy untuk menjalankan ajaran
kepercayaan Sunda Wiwitan diajarkan melalui puun sebagai pemimpin
tertinggi masyarakat Baduy yang merupakan keturunan Karuhun. Kewajiban itu
adalah memelihara Sasaka Pusaka Buana, memelihara Sasakan Domas atau parahyang,
mengasuh dan memelihara para bangsawan/pejabat, bertapa bagi kesejahteraan
dunia, berbakti kepada dewi padi dengan cara berpuasa pada upacara, memuja
nenek moyan dan membuat laksa untuk bahan pokok seba.
Adapun nenek moyang orang Baduy terbagi pada dua kelompok
yaitu nenek moyang yang berasal dari masa para batara dan masa puun. Gambaran
Batara Tunggal terdapat dalam dua dimensi yaitu sebagai suatu kuasa yang
kekuatannya yang tidak tampak tetapi berada di mana-mana, dan sebagai manusia
biasa yang sakti. Dalam dimensi sebagai manusia sakti, Batara Tunggal mempunyai
keturunan tujuh orang batara yang dikirimkan ke dunia di kabuyutan (tempat
nenek-moyang), yaitu titik awal bumi Sasaka Pusaka Buana.
Mereka itu ialah Batara Cikal, yang diberitakan tidak ada
keturunannya, Batara Patanjala yang menurunkan tujuh tingkat batara ketiga,
yaitu (dari yang paling senior) Daleum Janggala, Daleum Lagondi, Daleum Putih
Seda Hurip, Dalam Cinangka, Daleum Sorana, Nini Hujung Galuh, dan Batara
Bungsu. Mereka itu yang menurunkan Bangsawan Sawidak Lima atau tujuh batara
asal, nenek moyang orang Baduy. Daleum Janggala adalah batara yang tertua, dan
yang menurunkan kerabat tangtu Cikeusing; Daleum Putih Seda Hurip menurunkan
kerabat kampung Cibeo.
Para batara tingkat ketiga lain masing-masing menurunkan
jenis kerabat pemimpin lainnya. Lima batara tingkat kedua, saudara-saudara muda
Batara Pantajala, yaitu Batara Wisawara, Batara Wishnu, Batara Brahmana, Batara
Hyang Niskala, dan Batara Mahadewa, menurunkan kelompok kerabat besar di luar
Baduy yang disebut salawe nagara (dua puluh lima negara), yang menunjukkan
jumlah kerabat yang besar, dan menurut pengetahuan orang Baduy adalah wilayah
yang sangat luas di sebelah Sungai Cihaliwung (Garna 1988). Kelompok kerabat
itulah yang dianggap orang Baduy keturunan yang lebih muda.
Dari ketujuh orang batara tingkat ketiga nenek-moyang orang
Baduy itu tampak bahwa hanya kerabat jaro dangka yang berasal dari garis
keturunan perempuan. Lainnya diturunkan melalui garis keturunan patrilineal.
Para puun adalah keturunan Batara Patanjala, dan sampai masa akhir abad ke-19
oleh Jacobs dan maijer dicatat sudah terjadi 13 kali pergantian puun Sikeusik
(1891: hlm. 13). Menurut catatan tahun 1988, jumlah puun Cikeusik adalah 24
orang, dan yang terakhir adalah Puun Sadi (Garna 1988).
- Karuhun
Dalam Masyarakat Baduy, salah satu konsep penting dalam
religi mereka yaitu karuhun, generasi-generasi pendahulu yang sudah meninggal.
Mereka berkumpul di Sasaka Domas, yaitu tempat di hutan tua di hulu Sungai
Ciujung. Karuhun dapat menjelma atau datang dalam bentuk asalnya menengok para
keturunannya hutan kampung.
Dalam kaitan dengan konsep karuhun itu ada konsep lain, yaitu guriang, sanghyang, dan wangatua. Guriang dan sanghyang dianggap penjelmaan para karuhun untuk melindungi para keturunannya dari segala marabahaya, baik gangguan orang lain maupun mahluk-mahluk halus yang jahat (seperti dedemit, jurig, setan) wangatua ialah ruh atau penjelmaan ruh ibu bapak yang sudah meninggal dunia.
Dalam kaitan dengan konsep karuhun itu ada konsep lain, yaitu guriang, sanghyang, dan wangatua. Guriang dan sanghyang dianggap penjelmaan para karuhun untuk melindungi para keturunannya dari segala marabahaya, baik gangguan orang lain maupun mahluk-mahluk halus yang jahat (seperti dedemit, jurig, setan) wangatua ialah ruh atau penjelmaan ruh ibu bapak yang sudah meninggal dunia.
Kosmologi masyarakat Baduy yang menghubungkan asal mula
dunia, karuhun dan posisi tangtu, merupakan konsep penting pula dalam religi
mereka. Karena itu wilayah yang paling sakral ada di Kanekes, terutama wilayah
taneuh larangan (tanah suci, tanah terlarang) tempat kampung tangtu dan
kabuyutan. Bumi dianggap bermula dari masa yang kental dan bening, yang
lama-kelamaan mengeras dan melebar. Titik awal terletak di pusat bumi, yaitu
Sasaka Pusaka Buana tempat tujuh batara diturunkan untuk menyebarkan manusia.
Tempat itu juga merupakan tempat nenek moyang. Kampung
tangtu kemudian dianggap sebagai inti kehidupan manusia, yang diungkapkan
dengan sebutan Cikeusik, Pada Ageung Cikartawana disebut Kadukujang, dan
Cikeusik disebut Parahyang, semua itu disebut Sanghyang Daleum. Secara khusus
posisi tempat nenek moyang (kabuyutan) dan alur tangut dalam memperlihatkan
kaitan karuhun, yaitu Pada Agueng ---- Sasaka Pusaka Buana ---- dangkanya
disebut Padawaras; Kadukujang ---- Kabuyutan ikut pada Cibeo dan Cikeusik ----
dengan dangka-dangkanya yang disebut Sirah Dayeuh. Konsep buana (buana, dunia)
bagi orang Baduy berkaitan dengan titik mula, perjalanan, dan tempat akhir
kehidupan. Ada tiga buana, yaitu Buan Luhur atau Buana Nyungcung (angkasa,
buana atas) yang luas tak terbatas, Buana Tengah atau Buana Panca Tengah,
tempat manusia melakukan sebagian besar pengembaraannya dan tempat ia akan
memperoleh segala suka-dukanya. Buana Handap (buana bawah) ialah bagian dalam
tanah yang tak terbatas pada luasnya. Keadaan di tiga benua itu adalah seperti
halnya dunia ini, ada siang dan ada malam, dan keadaannya sebaliknya dengan di
dunia.
- Batara
Tunggal
Tuhan yang diimani oleh umat Sunda Wiwitan adalah Allah,
sebagaimana terucapkan di dalam kalimat syahadat Baduy (Sam dkk., 1986: 62).
Meskipun, mereka menyebut-Nya Batara Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), Batara
Jagat (Penguasa Alam) dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Mereka mempercayai
Sang Hiyang Keresa (Yang Maha Kuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki)
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Tuhan Sunda Wiwitan bersemayam di Buana Nyungcung (Dunia
Atas). Bahkan, diyakini bahwa semua dewa agama Hindu tunduk terhadap Batara
Seda Niskala (Ekadjati, 1995:73). Mereka beriman kepada yang gaib, yang tidak
bisa dilihat dengan mata, tetapi dapat diraba dengan hati. Nabi-nabi yang
diimani secara eksplisit adalah Nabi Adam dan Nabi Muhammad. Mereka beriman
kepada hidup, sakit, mati dan nasib adalah titipan. Umat Sunda Wiwitan menjalankan
juga ritual ibadah sunah Rasul, yakni sunat atau khitan (Djoewisno, 1987: 28).
Ritus sunat diyakini sebagai nyelamkeun, mengislamkan, bagi laki-laki pada umur
4-7 tahun dan perempuan. Dan, mereka tak lupa melaksanakan ritual ibadah puasa
kawalu, lebaran. Puasa ini dilakukan hanya sehari pada bulan pertama, kedua dan
ketiga dalam setahun sekali (Sam dkk., 1986:64).
Pengucapan nama Allah termaktub di dalam dua macam kalimat
syahadat Baduy: Syahadat Baduy Dalam dan syahadat Baduy Luar. Pertama, kalimat
syahadat Baduy Dalam, sebagai berikut:
Asyhadu syahadat Sunda (asyhadu syahadat Sunda jaman
Allah ngan sorangan Allah hanya satu kaduanana Gusti Rosul kedua para
Rasul ka tilu Nabi Muhammad ketiga Nabi Muhammad ka opat umat
Muhammad keempat umat Muhammad nu cicing di bumi angaricing yang tinggal
di dunia ramai nu calik di alam keueung”. yang duduk di alam
takut ngacacang di alam mokaha menjelajah di alam nafsu salamet umat
Muhammad” selamat umat Muhammad.
Wa asyhadu anna Muhammad da Rasulullah isun netepkeun ku ati yen taya deui Allah di dunya ieu iwal ti Pangeran Gusti Allah jeung taya deui iwal ti Nabi Muhammad utusan Allah”. Wa asyhadu anna Muhammad da Rasulullah aku menetapkan dalam hati bahwa tiada lagi Tuhan di dunia ini selain Pangeran Gusti Allah dan tiada lagi selain Nabi Muhammad utusan Allah).
Syahadat Baduy Dalam adalah syahadat Sunda Wiwitan yang disampaikan kepada puun, sebagaimana masa Islam awal syahadat Islam disampaikan kepada Nabi Muhammad. Sedangkan, syahadat Baduy Luar adalah syahadat Islam yang diucapkan ketika melangsungkan pernikahan secara Islami. Dikatakan oleh umat Sunda Wiwitan bahwa “kami mah ngan kabagean syahadatna wungkul, hente kabagean sholat”. Bahwa mereka hanya memperoleh syahadatnya saja, sedangkan rukun-rukun Islam lainnya tidak pernah diperoleh (Sam et al, 1986:62-63).
Wa asyhadu anna Muhammad da Rasulullah isun netepkeun ku ati yen taya deui Allah di dunya ieu iwal ti Pangeran Gusti Allah jeung taya deui iwal ti Nabi Muhammad utusan Allah”. Wa asyhadu anna Muhammad da Rasulullah aku menetapkan dalam hati bahwa tiada lagi Tuhan di dunia ini selain Pangeran Gusti Allah dan tiada lagi selain Nabi Muhammad utusan Allah).
Syahadat Baduy Dalam adalah syahadat Sunda Wiwitan yang disampaikan kepada puun, sebagaimana masa Islam awal syahadat Islam disampaikan kepada Nabi Muhammad. Sedangkan, syahadat Baduy Luar adalah syahadat Islam yang diucapkan ketika melangsungkan pernikahan secara Islami. Dikatakan oleh umat Sunda Wiwitan bahwa “kami mah ngan kabagean syahadatna wungkul, hente kabagean sholat”. Bahwa mereka hanya memperoleh syahadatnya saja, sedangkan rukun-rukun Islam lainnya tidak pernah diperoleh (Sam et al, 1986:62-63).
Kekuasaan Tuhan dipahami oleh umat Sunda Wiwitan sebagai
pencipta alam semesta. Dalam mitos penciptaan Baduy dijelaskan bahwa “dunia
pada waktu diciptakan masih kosong, kemudian Tuhan mengambil segenggam tanah
dari bumi dan diciptakanlah Adam. Dari tulang rusuk Adam terciptalah Hawa.
Tuhan juga menciptakan Batara Tujuh, yaitu: (1) Batara Tunggal, (2) Batara
Ratu, (3) puun yang dititipkan di Kanekes (Cikeusik, Cikertawana, Cibeo), (4)
Dalem, (5) Menak, (6) Putri Galuh dan (7) Nabi Muhammad yang diturunkan di
Mekah. Batara Tujuh merupakan Sanghyang Tujuh yang bersemayam di Sasaka Domasi”
(1986: 64). Dari mitos penciptaan ini, masyarakat Baduy menyakini bahwa manusia
yang pertama kali diciptakan di bumi ini berada di Kanekes sebagai inti jagat,
pancer bumi. Karena itu, mereka melaksanakan ritual ibadah pe-muja-an di Sasaka
Domas sebagai penghormatan kepada roh karuhun, nenek moyang. Mereka menyakini
juga agamanya adalah Sunda Wiwitan, bukan Hindu ataupun Islam.
Nabi Adam diyakini oleh umat Sunda Wiwitan sebagai simbol
penciptaan manusia pertama yang berada di Sasaka Domas. Keyakinan seperti ini
terdapat juga di dalam agama masyarakat Jawa yang masih menghormati raja-raja,
nenek moyang, mereka. Ahimsa-Putra
(2006:345) menjelaskan bahwa antara Nabi Islam, Batara Hindu dan raja Jawa terdapat relasi genealogis.
(2006:345) menjelaskan bahwa antara Nabi Islam, Batara Hindu dan raja Jawa terdapat relasi genealogis.
Dapat dipahami bahwa Batara Tunggal yang dipercayai oleh
umat Sunda Wiwitan adalah manusia biasa yang tidak pernah mati, akan tetapi
jasad dan rohnya ngahiyang, sirna, dari dunia ini. Mereka menyakini juga bahwa
Batara Tunggal-lah yang mengatur nasib dan kehidupan manusia di muka bumi ini.
Begitu pun, Dalem dan Menak adalah karuhun, nenek moyang yang jasad dan rohnya
ngahiyang, sirna. Sebab itu, diyakini bahwa Kanekes tidak akan hilang hingga
saat ini, seiring terpeliharanya keturunan puun (Sam et al, 1986:62-63).
Secara formal-normatif, puun adalah pimpinan adat istiadat
masyarakat Baduy. Untuk memimpin adat istiadat aspek spiritual puun dibantu
oleh perangkat puun. Yaitu, baresan (dewan penasehat), tangkesan (peramal) dan
girang seurat (pembantu pelaksana ritual). Selain puun diyakini sebagai
pemimpin tertinggi adat, juga merupakan keturunan karuhun, nenek moyang, yang
langsung mempresentasikannya di dunia. Para puun adalah orang-orang yang
bertanggung jawab dan bertugas melestarikan kepercayaan warisan nenek moyang,
pikukuh, supaya tidak terkena pengaruh proses perubahan sosial budaya dari luar
(Permana, 2006:40).